Tuesday 6 November 2007

I. RIWAYAT KELAHIRAN

Sebagai seorang ibu rumah tangga, Murdanis tentu tidak ingin melahirkan anak yang mengalami atau menderita suatu gangguan kesehatan, baik mental maupun fisik. Namun apa mau dikata, dengan usia kandungan yang normal seperti halnya ibu – ibu yang lainnya, ia pun mengandung selama 9 bulan 10 hari. Tetapi, ketika melakukan persalinan, ia mengalami sedikit gangguan. Proses kelahiran yang dirasakan sangat menyiksa dirinya dan sangat sulit untuk mengeluarkan sang bayi yang telah dinantinya selama 9 bulan 10 hari tersebut. Walaupun begitu, Ibu tersebut tetap berusaha dan tidak putus asa. Akhirnya keluarlah sang buah hati dengan berat yang normal dan terlihat sehat.

IV. GEJALA - GEJALA

Di usia kurang lebih 8 bulan, ditemukan keganjilan pada bayi tersebut. Ketika Ibunya sedang menggendong anaknya, ia merasa bahwa leher anaknya terasa lemah dan tidak begitu kuat. Tetapi ibunya kurang begitu memperhatikannya. Lama – lama ia curiga, karena perkembangan anaknya tidak sama dengan anak –anak sebayanya. Anak tersebut baru bisa berjalan diusia 5 ½ tahun, dan sering mengalami muntah dan kejang – kejang. Anak itupun kurang dapat berbicara. Sehingga apa yang diinginkannya tidak dapat dimengerti oleh orang tuanya. Melihat hal tersebut, orang tuanya membawanya ke dokter spesialis anak.

II. DIAGNOSA

Dari gejala – gejala yang telah ada, subyek mengalami gangguan keseimbangan dan gangguan berbicara yang dikarenakan terjadi suatu kerusakan pada system syaraf otak.

Subyek mengalami gangguan Cerebral Palsy yaitu, merupakan salah satu bentuk brain injury yaitu, suatu kondisi yang mempengaruhi pengendalian system motorik sebagai akibat lesi dalam otak ( R.S. Illingworth ), atau suatu penyakit neuromuscular yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau kerusakan sebagian dari otak yang berhubungan dengan pengendalian fungsi motorik.

Ada beberapa faktor yang menimbulkan kerusakan didalam otak pada anak – anak yang kemudian mengakibatkan cacat cerebral palsy. Hal itu bisa terjadi sebelum anak dilahirkan, pada saat dilahirkan, maupun setelah dilahirkan.

a. Sebab – sebab yang timbul sebelum kelahiran

1. Faktor congenital ketidaknormalan sel kelamin pria

2. Pendarahan waktu kehamilan

3. Trauma atau infeksi pada waktu kehamilan

4. Kelahiran premature

5. Keguguran yang sering dialami ibu

6. Usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak

b. Sebab – sebab yang timbul pada waktu kelahiran

1. Penggunaan alat – alat pada waktu kelahiran yang sulit, misal tabung, vaccum.

2. Penggunaan obat bius pada waktu proses kelahiran

c. Sebab – sebab yang timbul setelah kelahiran

1. Penyakit Tuberculosis

2. Radang selaput otak

3. Radang otak

4. Keracunan arsen atau karbon monoksida

Menurut PPDGJ subyek mengalami gangguan perkembangan motorik khas. Axis III, F28. Gangguan perkembangan motorik khas. Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya berat dalam perkembangan koordinasi motorik yang tidak semata – mata disebabkan oleh retardasi mental atau neurologis khas baik yang didapat atau yang congenital ( selain dari yang secara implisit ada kelainan koordinasi ). Sesuatu yang biasa bahwa kelambanan motorik dihubungkan dengan hendaya dalam kemampuan melaksanakan tugas kognitif visuo-spasial.

Jangkauan dari gangguan yag meliputi koordinasi motorik halus dan kasar sangat luas, dan pula hendaya motorik bervariasi sesuai usia. Tahap perkembangan motorik dapat terlambat dan dapat berkaitan dengan kesulitan berbicara ( khususnya mengenai gangguan artikulasi ). Anak tampak aneh cara berjalannya, lambat belajar berlari, meloncat dan naik turun tangga. Terdapat kesulitan belajar mengikat tali sepatu, memasang dan melepaskan kancing, serta melempar dan menangkap bola. Anak tampak lamban dalam gerak halus dan kasar, benda yang dipegang mudah ; terjatuh, tersandung, menabrak, dan tulisan tangan yang buruk. Tak pandai menggambar, dan sulit mengerjakan permainan “ jigsaw “, menggunakan peralatan konstruksional, menyusun bentuk bangunan, membangun model, main bola serta menggambar dan mengerti peta. Sering disebut juga “ the clumsy child syndrome “.

III. ASSESMENT YANG PERNAH DILAKUKAN

Oleh seorang dokter spesialis anak, anak tersebut didiagnosa mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Terjadi penyempitan pada syaraf otak yang mengakibatkan anak tersebut sulit untuk bicara dan berjalan. Tidak puas dengan diagnosa tersebut, orang tuanya membawa ke dokter lain di Semarang. Oleh dokter tersebut dilakukan EEG, untuk mengetahui gangguan pada otaknya. Anak tersebut diberikan obat untuk mengurangi kejang dan muntah yang dialaminya. Bahkan anak tersebut sempat di bawa ke pengobatan alternatif dengan melakukan berbagai terapi.

Setelah melakukan berbagai pengobatan tadi, anak tersebut akhirnya sedikit – sedikit mengalami perkembangan. Ia bisa berjalan walaupun kurang normal seperti anak – anak lainnya. Namun setidaknya dapat memberikan harapan terhadap perkembangan selanjutnya. Karena rekomendasi dari Prof. Dr. Soemantri spesialis anak agar ia sekolah di sekolah khusus, subyek sekarang sekolah di SDLB Mangunsari Salatiga dan duduk di bangku kelas 2. Pada dasarnya anak tersebut mempunyai daya ingat yang kuat. Ia masih bisa di ajak bicara walaupu ia gagap dalam berbicara, tetapi ia bisa mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Bahkan ia pun tahu kapan acara TV yang ia inginkan akan ditayangkan dan dia bisa menyalakan TV itu sendiri. Walaupun kurang dapat berbicara, ia tahu dan mengerti apa yang di bicarakan ibunya, bahkan disekolahpun ia tergolong anak yang cukup pandai.

IV. INTERVENSI SAAT INI / PENDIDIKAN YANG DILAKUKAN

Sesuai dengan rekomendasi dari dokter, subyek sekarang sekolah di SDLB Mangunsari Salatiga dan sedang duduk di kelas 2. Walaupun sudah bisa berjalan namun subyek masih sulit untuk berbicara. Karena hal tersebut subyek sekarang masih menjalani terapi bicara dengan menggunakan terapi fisioterapi. Subyek disuruh meniup balon atau meniup lilin untuk merenggangkan otot – otot pada rahang. Terapi tersebut sedikit demi sedikit memberi perkembangan pada subyek, walaupun belum maksimal.

V. TREATMENT LAIN YANG DISARANKAN ( REKOMENDASI TERATMENT )

Ø Minum obat secara teratur

Ø Melakukan kontrol setiap bulan sekali

Ø Selalu mengikuti terapi yang sudah ada

Ø Memberi dukungan agar subyek tidak merasa minder di masyarakat

Ø Kasih sayang orang tua untuk selalu mendukungnya.


VI. DAFTAR PUSTAKA

· Fausiah. Fitri & Widury. Julianti, Psikologi Abnormal “ Klinis Dewasa “, UI – PREES, 2005, Jakarta.

· Maslim. Rusdi. Dr. PPDGJ III, “ Diagnosis Gangguan Jiwa “, 2002, Jakarta.

· Suparti Slamet I.S – Sumarmo Markam, “ Pengantar Psikologi Klinis “, UI – PRESS, 2003, Jakarta.

· Dra.T. Sutjihati Somantri, M.Si., psi, “ Psikologi Anak Luar Biasa “, 2006, Bandung.

Friday 26 October 2007

autisme


Nama saya Laksminatun, tapi keluarga dan teman saya cukup memanggil Atun, saya ibu dari Sarah, gadis bongsor berusia 10 tahun 6 bulan yang kata dokter dulu disebut autis tapi tidak murni, tapi sampai hari ini belum bisa bicara dengan jelas dan benar, karena baru bisa meniru ucapan saja, belum spontan. 3 bulan terakhir anak saya berobat homeopatyh, karena saya sadar kasus seperti anak saya ternyata perlu dibantu dengan usaha pengobatan medis. Tapi sayangnya pengobatan yang ada selalu harus dengan biaya besar perbulan, sementara dia masih punya kakak dan adik yang juga perlu biaya pendidikan yang besar juga. Sejak usia 2 tahun 9 bulan Sarah sudah mulai terapi. Alhamdulillah walau kata orang lain tidak seberapa, tapi sekarang Sarah sudah bisa membaca, menulis dan berhitung sederhana.

Kriteria DSM IV untuk Autisme masa kanak

  1. Gangguan kualitatif dalam interaksi yang timbal balik
    1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai ; kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak – gerik yang kurang tertuju.
    2. Tidak bias bermain dengan teman sebaya.
    3. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
    4. Kurangnya hubungan social dan emosional yang timbale balik.
  2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi .
    1. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang ( tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara laintanpa bicara )
    2. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
    3. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang – ulang.
    4. Cara bermain kurang variatif, kurang imaginative dan kurang bisa meniru.
  3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang ulang dari perilaku, minat dan kegiatan.
    1. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebih lebihan
    2. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik dan rutinitas yang tidak ada gunanya.
    3. Ada gerakan – gerakan yang aneh yang khas dan diulang – ulang.
    4. Seringkali sangat terpaku pada bagian – bagian benda.

Peran Psikolog dalam rekomendasi pendidikan :

  1. Melakukan pengetesan untuk mengetahui taraf kemampuan anak
  2. membuat surat rekomendasi bagi guru bila anak autistelah dapat mengikuti pendidikan di sekolah.
  3. memberikan saran bagi guru berkaitan dengan teknik pengajaran, guru pendamping dan program pendidikan individual.

Tuesday 18 September 2007


IDENTIFIKASI & ANALISA KEBUTUHAN PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Pengertian :

Dalam buku-buku textbook maupun dalam praktek sering dijumpai istilah-istilah yang dipakai untuk membahas masalah pengembangan pegawai/karyawan. Dalam buku Manajemen Personalia (Personnel Management) karangan Flippo dipergu-nakan istilah “pengembangan” untuk usaha-usaha peningkatan pengetahuan maupun keterampilan pegawai/karyawan. Otto dan Glaser dalam bukunya Manajemen Latihan (the Management of Training) menggunakan istilah “latihan” (training) untuk usaha-usaha peningkatan maupun keterampilan pegawai/karyawan. Disini Otto dan Glaser memberikan istilah training tersebut dalam pengertian yang sangat luas sehingga pengertian training itu sudah implisit pengertian pendidikan (education). Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa dalam pengembangan pegawai/karyawan istilah-istilah yang se-ring dipakai, baik dalam buku maupun praktek, adalah: “pengembangan”, “latihan” dan “pendidikan”. Pengembangan pegawai/karyawan dapat diartikan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan keterampilan maupun pengetahuan umum bagi pe-gawai/karyawan agar pelaksanaan pencapaian tujuan lebih efisien. Dalam pengertian ini, maka istilah pengembangan akan mencakup pengertian latihan dan pendidikan yaitu sarana pe-ningkatan keterampilan dan pengetahuan umum bagi pega-wai/karyawan.

Arti latihan ialah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Latihan membantu pegawai/karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan ke-terampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh orga-nisasi dalam usaha mencapai tujuannya.

Pendidikan ialah suatu kegiatan untuk meningkatkan penge-tahuan umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap per-soalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.

Sementara itu, Mondy dan Noe dalam Mukaram dan Marwansah, (1997:54) mendefinisikan Pengembangan Pegawai/ Karyawan dengan istilah “Pengembangan Sumber Daya Manu-sia” sebagai upaya manajemen yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi pe-kerja dan unjuk kerja organisasi melalui program pelatihan, pendidikan dan pengembangan.

Pelatihan (training) meliputi aktivitas-aktivitas yang berfungsi meningkatkan unjuk kerja seseorang dalam pekerjaan yang se-dang dijalani atau yang terkait dengan pekerjaannya ini.

Pendidikan (education) mencakup kegiatan-kegiatan yang dise-lenggarakan untuk meningkatkan kompetensi menyeluruh se-seorang dalam arah tertentu dan berada di luar lingkup pekerjaan yang ditanganinya saat ini.

Pengembangan (development) meliputi pemberian kesempatan belajar yang bertujuan untuk mengembangkan individu, tetapi tidak dibatasi pada pekerjaan tertentu pada saat ini atau di masa yang akan datang. Menurut Buckley dan Caple (1990:32), tujuan pengembangan adalah agar individu dalam situasi kerja dapat memperoleh kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas atau pekerjaan tertentu secara memuaskan. Sedangkan Wexley dan Latham (1991:12), menyatakan bahwa sasaran langsung dari program pelatihan dan pengembangan dalam organisasi adalah untuk meningkatkan kesadaran diri individu, me-ningkatkan keterampilan dalam satu bidang tertentu atau lebih dan meningkatkan motivasi individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memuaskan. Dengan kata lain, melalui peningkatan kemampuan dan unjuk kerja individu dan kelom-pok, program pelatihan pada gilirannya diharapkan dapat me-ningkatkan unjuk kerja organisasi.

( http://www.bkn.go.id/penelitian/buku%20penelitian%202002/Buku%20Diklat%20perbaikan/4%20BAB%20II.htm)

Tujuan pendidikan dan pelatihan berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 dan Nomor 14 Tahun 1994

Hal

PP Nomor 101 Tahun 2000

PP Nomor 14 Tahun 1994

Tujuan

a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi.

b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

c. Mematapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat.

d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.

a. Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan PNS kepada pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, negara dan pemerintah republik Indonesia.

b. Menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar tinggi agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

c. Memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pengembangan partipasi masyarakat.

d. Meningkatkan pengetahuan, keahlian dan/atau keterampilan serta pembentukan sedini mungkin kepribadian PNS.

Sumber : PP Nomor 101 Tahun 2000 dan PP Nomor 14 Tahun 1994

Analisis Kebutuhan Training & Development SDM

Inti dari analisis kebutuhan Training & Development SDM

  1. Memindai penghalang untuk mencapai sasaran
  2. Mengidentifikasi gejala (symptom)
  3. Mengumpulkan bukti
  4. Menganalisa penyebab kegagalan kinerja sumber daya manusia
  5. menyepakati kebutuhan pelatihan dengan manajemen operasional.

Pendekatan sistematis pelatihan

  1. Mengenali factor pendorong perubahan. Antara lain :

- factor ini selalu ada dan berdampak pada pelatihan

- factor pendorong tersebut mencakup perubahan pada staf dan kinerjanya, metode dan teknologi baru, perubahan system dan prosedur, pengembangan organisasi

- pelatihan memiliki peran untuk membantu orang untuk menghadapi perubahan tersebut dan mengurangi dampak negative yang ditakutkan.

- Tanpa pelatihan, akan gagal membuahkan hasil yang diinginkan.

  1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Antara lain :

- kebutuhan pelatihan apa yang terkait dengan perubahan yang berhasil ?

- apakah kebutuhan pelatihan dikaitkan dengan kebutuhan karyawan dan organisasinya ?

  1. Menganalisa fungsi pekerjaan. Antara lain :

- Kopentensi apa yang diperlukan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan ini ?

- Standar kinerja apa yang menunjukan keberhasilan ?

- Kelompok orang mana yang terlibat ?

- Bagaimana kesesuaian orang ini dan pekerjaannya dengan konteks organisasi

- Apakah semua orang tersebut memiliki kebutuhan pelatihan yang sama?

  1. Menetapkan sasaran pelatihan. Antara lain :

- tuliskan dengan jelas sasaran pelatihan bagi masing-masing keolompok peserta pelatihan

- apa yang perlu mereka lakukan, dan untuk memenuhi standar apa ?

  1. Menyeleksi peserta pelatihan. Antara lain :

- kaji kembali kelompok orang yang mungkin bisa dijadikan peserta pelatihan

- identifikasi karakteristik yang mungkin berdampak pada pilihan metode

- jika proses pembelajaran dalam pelatihan yang akan dilakukan memerlukan persyaratan tertentu, buat prosedur nominasi atau seleksi.

  1. Mendesain pelatihan. Antara lain :

- identifikasi isi

- pengetahuan dan kemampuan apa yang harus dimiliki untuk mendapatkan kopetensi dalam pekerjaan

- petakan proses pembelajaran yang seimbang dan efektif

- susun informasi dalam struktur dan urutan yang logis

- metode dan media apa yang tersedia untuk mendukung pembelajaran yang diperlikan oleh peserta pelatihan ?

- kapan dan dimana proses pembelajaran harus dilakukan ?

- siapa yang akan membantu peserta pelatihan dalam belajar ?

  1. Memfasilitasi pelatihan. Antara lain :

- menyelenggarakan acara pelaatihan

- mengembangkan peserta pelaatihan sampai ketingkat petrampilan yang dipersyaratkan

- memberi dorongan dan umpan balik kepada peserta pelatihan.

  1. Mengukur hasil. Antara lain :

- apakah acara pembelajaran telah memenuhi sasaran yang ditetapkan ?

- apakah peserta pelatihan telah maenerapkan hasil pembelajarannya ditempat kerja ?

- apakah saat ini peserta pelatihan telah memenuhi persyaratan untuk pekerjaannya?

- Apakah peserta pelatihan diberi dukungan yang memadai untuk menerapkan hasil pembelajarannya ditempat kerja ?

- Apakah peserta pelatihan telah dinilai dan bisa dikatagorikan kompeten dalam pekerjaannya ?

- Identifikasi kelemahan yang terkait – lakukan modifikasi dan perbaiki.

Identifikasi kebutuhan Organisasi & perilaku keja tertentu

Model enam langkah untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan :

  1. Organisasi dan rencanakan

- identifikasi lingkup studi identifikasi kebutuhan pelatihan

- tentukan prioritas, tahapan utama, dan kreteria keberhasilan dalam dokumen kerangka acuan anda

- buat rencana proyek penelitian analisis kebutuhan pelatihan dan persiapan untuk melakukan perubahan penyesuaian

- dapatkan kesepakatan mengenai harapan terhadap proyek tersebut

- buat daftar tindakan yang harus dilakukan dan berapa lama untuk melakukannya berikut dengan perkembangan setiap tahapan utama.

  1. Kumpulkana informasi

- lakukan pengumpulan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatiahan menggunakan berbaagai metode

- identifikasi gejala dan penyebab masalah melalui survey terstruktur

- dapatkan komitmen dari manajer operasional dan lini

- dorong dan kembangkan kerja sama dan kepercayaan

- dapatkan dukungan dan komitmen dengan melibatkan secara aktif manajer lini.

  1. Tentukan masalah dan prioritasnya

- abuat daftar masalah, kategorisasikan,dan tentukan prioritasnya

- olah dan analisis data untuk mengiderntifikasi isu

- tentukan prioritas isu berdasarkan tingkat signifikansi, dampak, dan urutannya

- tentukan metode untuk menentukan prioritas

- instruksikan atau dorong manajer yang terkait untuk membuat pilihan prioritas

- tetap fleksibel untuk meninjau kemajuan dengan manajer senior sesuai kebutuhan

- tentukan kebutuhan pelatihan, baik dari segi kebutuhan bisnis maupun kebutuhan karyawan sebagai individu.

  1. Kembangkan garis besar solusi

- dorong untuk mendapatkan masukan kreatif dari tim pelatihan

- pertimbangkan kendala-kendala operasianal

- buat komitmen untuk membuat kerangka sederhana dalam membuat solusi diatas kertas

- perkenalkan solusi diatas kertas tersebut sebagai dokumen untuk diskusi informal

- diskusikan dengan manajer operasional atau lini dan ubah, sesuaikan atau tulis kembali dokumen tersebut.

  1. Tinjau kembali dan diskusikan dengan manajer senior terkait

- finalisasi isu umum

- konfirmasikan kesepakatan mengenai priorotas

- pastikan bahwa manajer yang terkena dampak oleh kebutuhan prioritas yang rendah diberi informasi

- pastikan tidakan manajemen yang terkait terhubungkan satu sama lain untuk bisa melakukan implementasi yang terkoordinasi

- perhatikan sampai ke hal-hal yang rinci

  1. Serahkan laporan final kepada manajer senior yang bertanggung jawab pada analisis kebutuhan pelatihan. Dokumaen penting ini harus diterima oleh semua. Oleh karena itu :

- pastikan tidak ada bahan baru yang dimasukkan tanpa dilihat terlebih dahulu oleh orang yang memiliki kebutuhan pelatihan

- tidak ada manajer yang terkejut oleh segala hal yang berdampak pada dirinya secara langsung

- laporan tersebut harus secara jelas mengidentifikasi fungsi pelatihan untuk membantu orang dalam organisasi dalam mencapai tujuan bisnis yang telah ditentukan

- laporan final harus menjadi kontrak antara bagian pelatihan dan organisasi.

Sumber : Davis, E. 2005. The Training Managers: A Book. Jakarta ; PT Gramedia.

Daftar Pustaka :

- Davis, E. 2005. The Training Managers: A Book. Jakarta ; PT Gramedia.

- PP Nomor 101 Tahun 2000 dan PP Nomor 14 Tahun 1994

- ( http://www.bkn.go.id/penelitian/buku%20penelitian%202002/Buku%20Diklat%20perbaikan/4%20BAB%20II.htm)

Thursday 26 July 2007

free sex anjal...

Senin, 02 September 2002, 10:50 WIB


Seks Bebas Anak Jalanan: Suka Sama Suka, Dipaksa dan Kontrasepsi Eksklusif..!

Jakarta, KCM

  • Mengamen di jalanan, itulah yang kita tahu tentang mereka. Padahal ada dunia tersendiri yang mereka geluti. Termasuk menjalani kehidupan seks bebas pada usia sangat muda, secara paksa maupun suka sama suka, semata agar diterima sebagai anggota.

Organ reproduksi anak jalanan (Anjal) perempuan sering menjadi sasaran kekerasan seksual dan rentan terhadap penularan penyakit seksual, termasuk HIV/AIDS, akibat seks bebas yang tidak aman.

Namun hingga sekarang risiko tersebut belum atau bahkan tidak disadari sama sekali. Hal ini karena sebagian besar anak jalanan belum tahu, bahkan tidak tahu sama sekali tentang penyakit yang disebarkan melalui pertukaran cairan tubuh itu. Adapun pelaku kekerasan seksual biasanya berasal dari kalangan mereka sendiri, yakni anak jalanan laki-laki yang rata-rata juga tidak memahami risiko dimaksud.

Seperti yang dikatakan oleh Jumi (23), warga Magelang yang mengaku menjadi anak jalanan selama tujuh tahun dan kini mangkal di perempatan toko buku Gramedia Yogya ini tampak bingung ketika ditanya apakah ia tahu tentang HIV/ AIDS. "Penyakit apa itu? Jangankan tahu, mendengar namanya saja juga baru sekarang," katanya sambil duduk santai di trotoar sembari memeluk lutut.

Jawaban semacam itu tidak hanya diberikan oleh Jumi tetapi juga dituturkan anak jalanan perempuan lainnya, seperti Atun (19) yang mangkal di jalan Malioboro dan Marni (21) yang ditemui di stasiun kereta api Lempuyangan.

Syaratnya Mau Melayani…

  • Kenyataan bahwa pada umumnya anak jalanan perempuan tidak tahu masalah HIV/AIDS sangat memprihatinkan, karena perilaku seks mereka rentan terhadap penyakit yang belum bisa disembuhkan itu.

Hal itu bisa berakibat fatal bagi kesehatan reproduksi mereka, sebab di dalam komunitas anak jalanan di Yogya ada kecenderungan kuat perilaku seks bebas yang tidak aman.

Dalam perilaku seks bebas, anak jalanan perempuan kerap ditempatkan pada posisi tidak berdaya. Selaindilakukan berdasarkan suka sama suka, adasebagian anak jalanan perempuan yang ternyata melakukan seks bebas karena paksaan.

Suatu penelitian tentang perilaku seks bebas anak jalanan di kawasan stasiun kereta api Lempuyangan Yogya, menemukan adanya peraturan tidak tertulis di kalangan mereka yang sangat diskriminatif dan merugikan perempuan. Yaitu, bahwa sebagian persyaratan menjadi anggota kelompok anak jalanan, perempuan harus mau melayani anak jalanan laki-laki yang sudah lebih dulu berada dalam kelompok tersebut.

Tidak Ada Pilihan…

  • Meskipun tidak semua anak jalanan perempuan mengalami kekerasan dimarjinalkan sebagai obyek pemuas hasrat seks, tetapi Ginah (17) yang telah dua tahun menjadi anak jalanan di Yogya membenarkan adanya kekerasan yang sulit dihindari itu.

Warga Pacitan ini tidak sanggup berontak bahkan mengaku tidak mampu lagi untuk menyatakan keberatan untuk melakukan seks bebas, karena tidak ada pilihan lain baginya jika ingin diterima oleh dunia jalanan di Yogya. Menurutnya, hanya dunia jalanan itulah yang bisa menampung dirinya agar bisa mendapat penghasilan dengan cara mengamen demi mempertahankan hidup.

Gadis itu mencoba memberikan alasan yang sebenarnya klise, yakni tidak memiliki keterampilan dan hanya jebolan kelas 4 SD. Ia menyadari bahwa pekerjaan ngamen dan hidup di jalanan adalah kondisi yang minim dari hitungan harga diri. Tetapi ia tetap tidak mau mencari kerja lain yang lebih layak. Misalnya, sebagai pembantu rumah tangga atau bekerja di sawah.

Dunia anak jalanan lebih memberinya kenyamanan dengan tingkat solidaritas yang tinggi kendati ada diskriminasi terhadap perempuan.Gadis kurus berambut kemerahan yang tubuhnya dibalut dengan celana jeans lusuh dan kaos ketat ini menganggap seks bebas adalah hal yang wajar di kalangan mereka.

Enakan Polos…

  • Dengan malu-malu, Ginah mengatakan, ia pernah melakukan hubungan seks dengan beberapa temannya dan beruntung ia tidak pernah sampai hamil. Hal itu bukan berarti mereka memakai alat kontrasepsi, melainkan dengan teknik eksklusif yang ia sendiri tidak mau menjelaskan.

Berbagai jenis alat kontrasepsi yang banyak dianjurkan oleh pemerintah ternyata tidak diminati, meskipun mereka pernah mendengar. Para anak jalanan perempuan mengaku takut memakai alat-alat kontrasepsi. Selain, harga alat kontrasepsi tidak terjangkau oleh mereka.

Tanpa disadari, para anak jalanan tersebut telah melakukan kegiatan seks tidak aman . Mereka bebas berganti pasangan, tapi sangat jarang atau mungkin tidak ada laki-laki anak jalanan yang mau menggunakan kondom.

"Enakan polos, lagipula siapa yang mau beliin kondom. Sehari saya paling dapat lima ribu rupiah. Daripada buat beli kondom enakan buat makan," kata Monyong (17). Warga Purwokerto ini biasa ngamen di kawasan Malioboro. Ia memiliki banyak teman yang rata-rata berasal dari luar Yogya. Ada yang datang dari Jakarta, Bandung dan beberapa kota lain.

Sebagai anak jalanan ia tidak menetap di Yogya, kadang pindah ke Jakarta menumpang kereta barang secara gratis. Kehidupan tidak menentu itu dijalaninya setelah ia diusir dari rumah oleh ayah tirinya setahun lalu. Sejak saat itu, ia minggat dan terdampar di Yogya.

"Kadang saya juga pulang untuk nengok ibu. Saya tidak suka sama ayah tiri saya, karena dulu dia mengusir saya. Sudah ya saya mau ke stasiun mau ke Jakarta," sambil memegang alat musik dari rangkaian tutup botol. Monyong melenggang begitu saja menuju Stasiun Tugu. @ Suharso Rahman (Sri, Bardi, Santi).

Rumah Singgah untuk Transaksi Seks..!

  • Heru, Humas RSUP Dr. Sardjito mengakui sulit untuk mengetahui angka pasien kelompok anak jalanan yang berobat di rumah sakit pemerintah ini. Sebab, pendataan di medical record hanya mencakup aspek jenis kelamin, kelompok usia, dan jenis penyakit.

"Mungkin saja naka jalanan ini pernah menjadi pasien ataupun berobat jalan di RSUP Dr. Sardjito, tapi dalam medical record masuk dalam kelompok mana, kita kurang tahu, " jelas Heru.

Heru menambahkan bahwa RSUP Dr. Sardjito sebenarnya sudah memberikan pelayanan pada keluarga kurang mampu melalui program Gakin (Keluarga Miskin) yang dananya berasal dari pemerintah pusat.

"Anak jalanan dapat saja memanfaatkan fasilitas Gakin, dengan catatan menunjukkan bukti surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat dimana domisili terakhir dari anak jalanan ini," katanya.

Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) telah mengupayakan sejumlah solusi untuk menangani persoalan anak jalanan, diantaranya pengadaan rumah singgah. Sayangnya, alternatif rumah singgah ini kurang peminat.

Menurut Ketua Yayasan Insan Mandiri Nyadi Kasmoredjo, yang mengelola Rumah Singgah Anak Mandiri (RSAM), pihaknya kesulitan mengajak anak jalanan ke RSAM. Ada kecenderungan bahwa semakin banyak uang yang diperoleh di jalan, anak jalanan susah diajak ke rumah singgah. "Mereka hanya datang dalam kondisi sakit atau butuh pertolongan cepat," ujar Nyadi.

Namun, ada juga anak jalanan yang mendatangi RSAM dengan sukarela atau lewat pendekatan pekerja sosial di jalanan . "Kami melakukan pembinaan dan menyediakan beasiswa hingga SMA bagi anak jalanan yang serius," ujar mantan wartawan salah satu koran lokal itu.

Tak Cukup Pendampingan…

  • Sayangnya, RSAM yang dikelola Nyadi hanya terfokus pada anak jalanan laki-laki. Ia mengaku enggan mengelola rumah singgah untuk anak jalanan perempuan karena berisiko.

Nyadi menceriterakan bahwa sebuah rumah singgah untuk anak jalanan perempuan di Yogya terbukti dijadikan tempat transaksi seks. Ia menyebut nama Ghifari Putri.

Tuti Sulistyowati, Penanggung jawab Program di Ghifari Putri membenarkan hal ini ketika dikonformasi secara terpisah. Menurut Tuti yang berjilbab ini, pihaknya pernah mendirikan rumah singgah di sekitar kawasan terminal tahun 1999.

Lewat program yang dibuat dengan kucuran dana APBN ini diharapkan anak jalanan mendapatkan tempat untuk bernaung. Namun, daam kenyataannya, rumah singgah itu justru menjadi tempat transaksi seksual dan jual beli narkoba.

Rumah singgah ini akhirnya dibubarkan seiring dengan gencarnya aktivitas dari kelompok radikal Islam yang melakukan sweeping di sejumlah lokalisasi di Yogya. Meski rumah singgah bubar, bukan berarti aktivitas Ghifani Putri terhenti. Anak jalana perempuan tetap bisa menyandarkan pada Ghifani Putri, tetapi ada sejumlah kebijakan yang diubah.

"Komponen penanganan anak jalanan yang tercantum dalam APBN terbukti tidak memberikan solusi, " ujar Tuti. Komponen yang dimaksud adalah pemberian beasiswa , pelatihan, pemberian modal usaha, bimbingan motivasi, dan bimbingan kesehatan.

Menurut Tuti, dari semua komponen tersebut yang bisa berfungsi hanya sebats pendampingan anak jalanan, bukan memberikan solusi pada pengentasan anak jalanan itu sendiri, khususnya untuk anak jalanan perempuan. "Anak jalanan perempuan tak butuh sekedar didampingi, " ungkap Tuti.

Celana Dalam Seminggu…

  • Kasus anak jalanan yang hamil, menurut Tuti merupakan persoalan yang tak bisa dicarikan solusi lewat komponen APBN. Karena itu, pihaknya kemudian mencoba mencarikan solusi lewat rumah transit.

Rumah ini dirancang untuk menampung anak jalanan yang hamil karena perilaku seks bebas, hingga ia melahirkan dan cukup mandiri untuk kembali ke masayrakat. Namun, mengikuti aturan normatif, Ghifari Putri juga memikirkan untuk menikahkan anak jalanan perempuan yang hamil. Tuti mengaku bahwa ini bukan pekerjaan gampang.

Mula-mula ia harus mencari pengakuan kepada anak jalanan tersebut, siapa laki-laki yang menghamilinya. Jika hubungan seks hanya dilakukan dengan satu pasangan jawaban atas pertanyaan ini tak terlalu sulit. Tapi, lain soal jika hubungan tersebut dilakukan dengan banyak pasangan.

Solusinya, Tuti meminta anak jalanan tersebut mengingat laki-laki yang membangkitkan mood-nya. Jika laki-laki tersebut ketemu, maka persoalan kedua sudah menghadang. Tuti harus mengurus surat nikah untuk keduanya. Jika keduanya belum cukup umur, maka Tuti juga harus melakukan penggantian umur.

Selain masalah kehamilan, persoalan lain yang dihadapi anak jalanan perempuan adalah kesehatan reproduksi . Kesadaran kebersihan di kalangan anak jalanan perempuan yang dihadapi Tuti juga sangat minim. Tuti menceriterakan anak jalanan yang diasuhnya tidak berganti celana dalam selama satu minggu penuh. Setiap hari, celana dalam ini hanya dibolak-balik sampai tampak kehitaman. Padahal, Tuti sudah memberikan tiga celana dalam yang bisa dipakai untuk ganti.

"Sejumlah anak juga sering mengeluh gatal-gatal," ujar Tuti. Yang dimaksud gatal-gatal oleh Tuti adalah gatal-gatal disekitar vagina. Setelah diperiksa oleh petugas kesehatan, gatal-gatal ini ternyata merupakan gejala infeksi menular (IMS).

Lucunya, menurut Tuti, seorang anak jalanan laki-laki pernah datang ke Ghifari untuk meminta pertanggungjawaban saat penisnya mengalami gatal-gatal. Ia menuduh bahwa anak jalanan perempuan di Ghifari yang menyebabkannya.

Posisi anak jalanan perempuan tampak semakin marjinal dengan tudingan ini. Sayangnya, penyuluhan mengenai hubungan hubungan seks sehat di kalangan anak jalanan, khususnya sosialisasi penggunaan kondom, untuk anak jalanan justru kurang mendapat dukungan dari Nyadi. Menurut laki-laki ini, rambu-rambu agama sudah cukup untuk menghentikan perilaku seks bebas anak jalanan. "Paling-paling, anak jalanan disini hanya melakukan onani," ujar Nyadi.@

Asal Tidak ke Lokalisasi, Aman…

  • Dapat dipahami, jika para anak jalanan Yogya sangat minim pengetahuan tentang risiko seks bebas tidak aman, karena sebagian besar anak jalanan mengatakan tidak pernah ada yang memberitahu.

Pengamen jalanan di sekitar toko buku Gramedia, Gondrong (25), ketika ditanya tentang AIDS, berekspresi seperti orang yang baru mendengar kata-kata jorok. Senyum-senyum malu atau kadang menggeleng. Tetapi, ketika didesak dengan dibujuk, Gondrong pun mau berceritera.

Mneurut pengetahuannya, HIV/AIDS adalah penyakit yang tidak ada obatnya dan didapat dari Pekerja Seks Komersial (PSK). Sedangkan ketika ditanya apakah ada sumber lainnya, seperti jarum suntik atau sumber lainnya, ia malah bengong. Yang jelas dengan lugu Gondrong berceritera bahwa kalau tidak mau mendapat penyakit HIV, jangan berkunjung ke lokalisasi.

Sebelum mendengar tentang HIV/AIDS, Gondrong mengaku pernah berkunjung ke lokalisasi Pasar Kembang –populer dengan istilah Sarkem—di Yogya, bersama beberapa temannya. Sata ini pun mereka masih sering mengajak, tetapi dia selalu menolak karena takut terkena penyakit kelamin.

"Penyakit kelamin itu sifilis, sama kencing suka perih, kalau AIDS saya nggak tahu. Cuma kata teman, yang pernah datang di rumah singgah, itu tidak ada obatnya," paparnya yakin . Tetapi, sama sekali tidak dijelaskan mengapa HIV/AIDS bukan termasuk dalam golongan penyakit kelamin.

Gondrong, tidak ingin tahu ebih jauh tentang HIV/AIDS karena ia tidak tertarik dan merasa sudah aman dengan tidak pernah lagi ke lokalisasi. Apalagi saat pertama kali berhubungan seks, ia tidak memasukkan penisnya ke dalam vagina PSK. Ia hanya meremas dan menciumi payudara si PSK, sehingga dia yakin tidak pernah mengalami penyakit kotor.

Bagaimana halnya, dengan ciblek? Dengan tersenyum kecut ia mengaku suatu malam sata pulang mengamen sengaja mencari ciblek atau yang lebih populer disebut perek, di sekitar Sarkem. Yaitu anak-anak remaja tanggung yang bisa diajak berkencan dengan memberikan imbalan tertentu, kadang-kadang juga atas dasar suka sama suka.

"Maunya yang cakep tetapi karena duitnya ndak cukup, terpaksa dapat yang pas-pasan. Hanya pegang sama cium aja kok mas," jelas Gondrong lagi-lagi dengan tersenyum sambil menjelaskan bahwa ia tidak mau terkena Infeksi Menular Seksual (IMS).

Anak jalanan seperti Gondrong, cukup banyak jumlahnya di Yogya. Menurut Eko Prasetyo dari Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta yang terlibat dalam program Mobil Sahabat Anak, saat ini terdapat 1.812 anak jalanan Yogya dan tersebar di 91 titik, dan yang seperti Gondrong bisa dihitung dengan jari.@

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0209/02/235300.htm